Kamis, 19 Mei 2011

KUE BUGIS



Bahan:

  • 250 gram tepung ketan
  • 50 gram tepung kanji
  • 1 sdt air kapur sirih*
  • 75cc air daun suji dari 10 lembar daun suji & 10 lembar daun pandan
  • ½ butir kelapa tidak terlalu tua, diparut
  • 250 gram gula merah diiris
  • 100cc air
  • 1 sdt tepung beras
  • ¼ sdt garam
  • Daun pisang untuk membungkus
Cara membuat:

  • Campur bahan untuk isi, masak sampai air habis. Bulatkan sebesar kelereng.
  • Campur ketan, tepung kanji, air kapur sirih. Tuangi air suji sedikit demi sedikit, aduk dengan tangan sampai adonan dapat digulung. Bulatkan adonan dengan garis tengah ±3 cm. Masukkan isi lalu bulatkan kembali.
  • Taruh pada daun pisang yang telah diolesi minyak, beri 3 sdm areh, bungkus. Kukus sampai matang. Buka daunnya, dan bungkus lagi dengan daun pisang segar, yang muda.
Catatan: *Kalau tidak ada, bisa dihilangkan.

Rabu, 11 Mei 2011

SOSIALISASI


Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.
Jenis sosialisasi
Keluarga sebagai perantara sosialisasi primer,
Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Menurut Goffman kedua proses tersebut berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara formal.
§  Sosialisasi primer
Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.
Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.
§  Sosialisasi sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalammasyarakat. Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama.

Ada dua tipe sosialisasi, yaitu :
Formal
Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.
Informal
Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat.

PERUBAHAN SOSIAL

pengertian perubahan sosial, adalah suatu variasi dan cara-cara hidup yang telah diterima baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi (penemuan-penemuan baru dalam masyarakat).

Menurut ”Rogers”, perubahan sosial melewati beberapa tahap, diantaranya :

1.        Invensi, yaitu suatu situasi atau kondisi seseorang untuk bisa menciptakan ide.
Ide tersebut bisa datang dari bahan pustaka, penelitian orang lain atau tulisan orang lain.
2.      Adopsi, yaitu suatu proses yang menunjukkan bahwa informasi tersebut bisa diterima oleh individu maupun masyarakat.
3.       Konsekuensi, yaitu keadaan individu atau masyarakatuntuk bisa menerima atau
menolak terhadap perubahan tersebut.

             Proses perubahan masyarakat terjadi karena manusia adalah makhluk  yang berfikir dan bekerja. Selain itu,  manusia juga selalu berusaha untuk memperbaiki nasibnya dan sekurang-kurangnya berusaha untuk mempertahankan hidupnya.

Terjadilah sebab-sebab perubahan menurut ”Robert L.Sutherland, dkk.  
yaitu :

1.           Inovasi (penemuan baru/perubahan)
2.     Invensi (penemuan baru)
3.     Adaptasi (penyesuaian secara sosial dan budaya)
4.     Adopsi (penggunaan dari penemuan baru/teknologi)

Telah dinyatakan, bahwa perubahan masyarakat dalam abad ini terutama disebabkan oleh kemajuan teknologi yang tidak lain merupakan hasil kemajuan ilmu pengetahuan manusia.
jadi, sekarang manusia harus mengikuti perubahan teknologi dengan akibat peradaban masyarakatnya tanpa mengarahkannya pada kemunduran, tetapi  menjadikannya suatu kemajuan untuk manusia.
Selanjutnya, tidak semua penemuan baru/modernisasi mengalami penyebaran  dan penggunaan, sehingga kemajuanteknologikadang-kadang juga tidak mengakibatkan perubahan masyarakat.





Perpustakaan Sebagai Agen Perubahan Sosial

Penerapan program masyarakat dari budaya lisan ke dalam budaya baca/tulis mengharuskan terjadinya perubahan terlebih dahulu.
  Program-program yang diterapkandi dalam proses pembangunan (yang merupakan perubahan sosial yang direncanakan) kadang-kadang tidaklah sesuai dengan tradisi yang ada.
 Semua itu diperlukan serangkaian kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk melembagakan program tersebut. Untuk dapat melaksanakan perubahan tersebut, diperlukan pihak-pihak yang mampu berfungsi sebagai inspirator.

Inspirator tersebut harus mempunyai kemampuan untuk menyelaraskan tradisi dengan modernisasi (perubahan ke arah yang lebih baik).
Di dalam penyelarasantersebut senantiasa akan timbul tahapan purna tradisional dan tahap pra modern, yang biasanya menimbulkan masalah-masalah yang sulit untuk diatasi, karena berada didalam suatu masa transisi.

Perpustakaan sebagai suatu institusi/lembaga yang mempunyai kemampuan untuk melaksanakan perubahan tersebut dapat menghimpun pemikiran-pemikiran manusia ke dalam suatu bentuk penulisan yang bertujuan untuk proses belajar tanpabatas seluruh anggota masyarakat.
 Menurut ”Ranganathan” bahwa perpustakaanadalah organisme yang tumbuh.  Tempat tumbuhnya suatu perpustakaan adalah dalammasyarakat dan kebudayaan.

Minggu, 08 Mei 2011

Perbedaan Pranata Sosial dengan Lembaga Sosial

Institution (pranata) adalah sistem norma atau aturan yang menyangkut suatu aktivitas masyarakat yang bersifat khusus. Sedangkan institute (lembaga) adalah badan atau organisasi yang melaksanakannya.
 Lembaga sosial merupakan wadah/tempat dari aturan-aturan khusus, wujudnya berupa organisasi atau asosiasi.
Contohnya KUA, mesjid, sekolah, partai, CV, dan sebagainya.
 Sedangkan pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan yang mengatur perilaku dan hubungan antara anggota masyarakat agar hidup aman, tenteram dan harmonis. Dengan bahasa sehari-hari kita sebut “aturan main/cara main”.
Jadi peranan pranata sosial sebagai pedoman kita berperilaku supaya terjadi keseimbangan sosial. Pranata sosial merupakan kesepakatan tidak tertulis namun diakui sebagai aturan tata perilaku dan sopan santun pergaulan. Contoh: kalau makan tidak berbunyi, di Indonesia pengguna jalan ada di kiri badan jalan, tidak boleh melanggar hak orang lain, dan sebagainya. Jadi lembaga sosial bersifat konkret, sedangkan pranata sosial bersifat abstrak, namun keduanya saling berkaitan.
Pranata adalah seperangkat aturan yang berkisar pada kegiatan atau kebutuhan tertentu. Pranata termasuk kebutuhan sosial. Seperangkat aturan yang terdapat dalam pranata termasuk kebutuhan sosial yang berpedoman kebudayaan. Pranata merupakan seperangkat aturan, bersifat abstrak. Wujud nyata dari pranata adalah lembaga

Pengertian Antropologi, Objek, Tujuan, Dan Cabang Ilmu Antropologi

Antropologi adalah suatu studi ilmu yang mempelajari tentang manusia baik dari segi budaya, perilaku, keanekaragaman, dan lain sebagainya. Antropologi adalah istilah kata bahasa Yunani yang berasal dari kata anthropos dan logos. Anthropos berarti manusia dan logos memiliki arti cerita atau kata.
Objek dari antropologi adalah manusia di dalam masyarakat suku bangsa, kebudayaan dan prilakunya.
Ilmu pengetahuan antropologi memiliki tujuan untuk mempelajari manusia dalam bermasyarakat suku bangsa, berperilaku dan berkebudayaan untuk membangun masyarakat itu sendiri.
Macam-Macam Jenis Cabang Disiplin Ilmu Anak Turunan Antropologi :
A. Antropologi Fisik
1. Paleoantrologi adalah ilmu yang mempelajari asal usul manusia dan evolusi manusia dengan meneliti fosil-fosil.
2. Somatologi adalah ilmu yang mempelajari keberagaman ras manusia dengna mengamati ciri-ciri fisik.
B. Antropologi Budaya
1. Prehistori adalah ilmu yang mempelajari sejarah penyebaran dan perkembangan budaya manusia mengenal tulisan.
2. Etnolinguistik antrologi adalah ilmu yang mempelajari suku-suku bangsa yang ada di dunia / bumi.
3. Etnologi adalah ilmu yang mempelajari asas kebudayaan manusia di dalam kehidupan masyarakat suku bangsa di seluruh dunia.
4. Etnopsikologi adalah ilmu yang mempelajari kepribadian bangsa serta peranan individu pada bangsa dalam proses perubahan adat istiadat dan nilai universal dengan berpegang pada konsep psikologi

 

Definisi Antropologi menurut para ahli

§  William A. Havilland: Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
§  David Hunter:Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia.
§  Koentjaraningrat: Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
Dari definisi-definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antropologi, yaitu sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik sertakebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Dengan, demikain antropologi merupakan hal yang mempelajari seluk-beluk yang terjadi dalam kehidupan manusia.Dapat dilihat dari perkembang pada masa saat ini, yang merupakan salah dari fenomena- fenomena yang terjadi ditengah- tengah masyarakat sekarang ini.

Koentjaraninggrat menyusun perkembangan ilmu Antropologi menjadi empat fase sebagai berikut :

fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an)

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/3/31/Initiation_ritual_of_boys_in_Malawi.jpg/200px-Initiation_ritual_of_boys_in_Malawi.jpg
Manusia dan kebudayaannya, sebagai bahan kajian Antropologi.
Sekitar abad ke-15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka banyak menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di buku harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan, susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang berisi tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnografi atau deskripsi tentang bangsa-bangsa.
Bahan etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku luar Eropa dari sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar. Karena itu, timbul usaha-usaha untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi.

Fase Kedua (tahun 1800-an)

Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu. masyarakat dan kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama. Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsa primitif yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya
Pada fase ini, Antopologi bertujuan akademis, mereka mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan manusia.

Fase Ketiga (awal abad ke-20)

Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di benua lain seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli, pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya, pemerintahan kolonial negara Eropa berusaha mencari-cari kelemahan suku asli untuk kemudian menaklukannya. Untuk itulah mereka mulai mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa di luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan pemerintah kolonial.

Fase Keempat (setelah tahun 1930-an)

Pada fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan suku bangsa asli yang di jajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh kebudayaan bangsa Eropa.
Pada masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II. Perang ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa sebagian besar negara-negara di dunia kepada kehancuran total. Kehancuran itu menghasilkan kemiskinan, kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak berujung.
Namun pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang dijajah Eropa untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa tersebut berhasil mereka. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam dendam terhadap bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun.


B.1. Cabang-cabang dalam Ilmu Antropologi
Seperti ilmu-ilmu lain, Antropologi juga mempunyai spesialisasi atau
pengkhususan. Secara umum ada 3 bidang spesialisasi dari Antropologi,
yaitu Antropologi Fisik atau sering disebut juga dengan istilah Antropologi
Ragawi. Arkeologi dan Antropologi Sosial –Budaya
.B.1.1. Antropologi Fisik
Antropologi Fisik tertarik pada sisi fisik dari manusia. Termasuk
didalamnya mempelajar i gen-gen yang menentukan struktur dari tubuh
manusia. Mereka melihat perkembangan mahluk manusia sejak manusia itu
mulai ada di bumi sampai manusia yang ada sekarang ini. Beberapa ahli
Antropologi Fisik menjadi terkenal dengan penemuan -penemuan fosil yang
membantu memberikan keterangan mengenai perkembangan manusia. Ahli
Antropologi Fisik yang lain menjadi terkenal karena keahlian forensiknya;
mereka membantu dengan menyampaikan pendapat mereka pada sidangsidang
pengadilan dan membantu pihak berwenang dala m penyelidikan
kasus-kasus pembunuhan.
B.1.2. Arkeologi
Ahli Arkeologi bekerja mencari benda -benda peninggalan manusia dari
masa lampau. Mereka akhirnya banyak melakukan penggalian untuk
menemukan sisa-sisa peralatan hidup atau senjata. Benda –benda ini adalah
barang tambang mereka. Tujuannya adalah menggunakan bukti -bukti yang
mereka dapatkan untuk merekonstruksi atau membentuk kembali modelmodel
kehidupan pada masa lampau. Dengan melihat pada bentuk
kehidupan yang direnkonstruksi tersebut dapat dibuat dugaan -dugaan
bagaimana masyarakat yang sisa -sisanya diteliti itu hidup atau bagaimana
mereka datang ketempat itu atau bahkan dengan siapa saja mereka itu dulu
berinteraksi.
B.1.3. Antropologi Sosial -Budaya
Antropologi Sosial-Budaya atau lebih sering disebut Antropologi Budaya
berhubungan dengan apa yang sering disebut dengan Etnologi. Ilmu ini
mempelajari tingkah-laku manusia, baik itu tingkah -laku individu atau
tingkah laku kelompok. Tingkah -laku yang dipelajari disini bukan hanya
kegiatan yang bisa diamati dengan mata saja, tetapi juga apa yang ada dalam
pikiran mereka. Pada manusia, tingkah -laku ini tergantung pada proses
pembelajaran. Apa yang mereka lakukan adalah hasil dari proses belajar
yang dilakukan oleh manusia sepanjang hidupnya disadari atau tidak.
Mereka mempelajari bagaimana bertingkah -laku ini dengan cara mencontoh
atau belajar dari generasi diatasnya dan juga dari lingkungan alam dan sosial
yang ada disekelilingnya. Inilah yang oleh para a hli Antropologi disebut
dengan kebudayaan. Kebudayaan dari kelompok -kelompok manusia, baik
itu kelompok kecil maupun kelompok yang sangat besar inilah yang menjadi
objek spesial dari penelitian -penelitian Antropologi Sosial Budaya. Dalam
perkembangannya Antropologi Sosial-Budaya ini memecah lagi kedalam
bentuk-bentuk spesialisasi atau pengkhususan disesuaikan dengan bidang
kajian yang dipelajari atau diteliti. Antroplogi Hukum yang mempelajari
bentuk-bentuk hukum pada kelompok -kelompok masyarakat atau
Antropologi Ekonomi yang mempelajari gejala -gejala serta bentuk-bentuk
perekonomian pada kelompok -kelompok masyarakat adalah dua contoh dari
sekian banyak bentuk spesialasi dalam Antropologi Sosial -Budaya.C. KONSEP KEBUDAYAAN
Kata Kebudayaan atau budaya adalah kata yang sering dikaitkan dengan
Antropologi. Secara pasti, Antropologi tidak mempunyai hak eksklusif
untuk menggunakan istilah ini. Seniman seperti penari atau pelukis dll juga
memakai istilah ini atau diasosiasikan dengan istilah ini, bahkan pemerint ah juga
mempunyai departemen untuk ini. Konsep ini memang sangat sering
digunakan oleh Antropologi dan telah tersebar kemasyarakat luas bahwa
Antropologi bekerja atau meneliti apa yang sering disebut dengan
kebudayaan. Seringnya istilah ini digunakan oleh Antropologi dalam
pekerjaan-pekerjaannya bukan berarti para ahli Antropolgi mempunyai
pengertian yang sama tentang istilah tersebut. Seorang Ahli Antropologi
yang mencoba mengumpulkan definisi yang pernah di buat mengatakan ada
sekitar 160 defenisi kebudayaan yang dibuat oleh para ahli Antropologi.
Tetapi dari sekian banyak definisi tersebut ada suatu persetujuan bersama
diantara para ahli Antropologi tentang arti dari istilah tersebut. Salah satu
definisi kebudayaan dalam Antropologi dibuat seorang ahli bernama Ralph
Linton yang memberikan defenisi kebudayaan yang berbeda dengan
pengertian kebudayaan dalam kehidupan sehari -hari:
“Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan tidak
hanya mengenai sebagian tata cara hidup saja yang dianggap lebih tinggi
dan lebih diinginkan”.
Jadi, kebudayaan menunjuk pada berbagai aspek kehidupan. Istilah ini
meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap, dan
juga hasil dari kegiatan manusia yang khas untuk suatu masyarakat atau
kelompok penduduk tertentu.
Seperti semua konsep-konsep ilmiah, konsep kebudayaan berhubungan
dengan beberapa aspek “di luar sana” yang hendak diteliti oleh seorang
ilmuwan. Konsep-konsep kebudayaan yang dibuat membant u peneliti dalam
melakukan pekerjaannya sehingga ia tahu apa yang harus dipelajari. Salah
satu hal yang diperhatikan dalam penelitian Antropologi adalah perbedaan
dan persamaan mahluk manusia dengan mahluk bukan manusia seperti
simpanse atau orang-utan yang secara fisik banyak mempunyai kesamaankesamaan.
Bagaimana konsep kebudayaan membantu dalam membandingkan mahluk-mahluk ini?
Isu yang sangat penting disini adalah kemampuan belajar dari berbagai mahluk hidup.
Lebah melakukan aktifitasnya hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun
dalam bentuk yang sama. Setiap jenis lebah mempunyai pekerjaan yang khusus
dan melakukan kegiatannya secara kontinyu tanpa memperdulikan
perubahan lingkungan disekitarnya. Lebah pekerja terus sibuk
mengumpulkan madu untuk koloninya. Tingkah laku ini sudah terprogram
dalam gen mereka yang berubah secara sangat lambat dalam mengikuti
perubahan lingkungan di sekitarnya. Perubahan tingkah laku lebah akhirnya
harus menunggu perubahan dalam gen nya. Hasilnya adalah tingkah -laku
lebah menjadi tidak fleksibel. Berbeda dengan manusia, tingkah laku
manusia sangat fleksibel. Hal ini terjadi karena kemampuan yang luar biasa
dari manusia untuk belajar dari pengalamannya. Benar bahwa manusiatidak terlalu istimewa dalam belajar karena mahluk lainnya pun ada yang
mampu belajar, tetapi kemampuan belajar dari manusia sangat luar -biasa
dan hal lain yang juga sangat penting adalah kemampuannya untuk
beradaptasi dengan apa yang telah dipelajari itu.
C.1. Kebudayaan Diperoleh dari Belajar
Kebudayaan yang dimiliki oleh manusia juga dimiliki dengan cara belajar.
Dia tidak diturunkan secara bilogis atau pewarisan melalui unsur genetis.
Hal ini perlu ditegaskan untuk membedakan perilaku manusia yang
digerakan oleh kebuda yaan dengan perilaku mahluk lain yang tingkahlakunya
digerakan oleh insting.
Ketika baru dilahirkan, semua tingkah laku manusia yang baru lahir tersebut
digerakkan olen insting dan naluri. Insting atau naluri ini tidak termasuk
dalam kebudayaan, tetapi mempengaruhi kebudayaan. Contohnya adalah
kebutuhan akan makan. Makan adalah kebutuhan dasar yang tidak termasuk
dalam kebudayaan. Tetapi bagaimana kebutuhan itu dipenuhi; apa yang
dimakan, bagaimana cara memakan adalah bagian dari kebudayaan. Semua
manusia perlu makan, tetapi kebudayaan yang berbeda dari kelompokkelompoknya
menyebabkan manusia melakukan kegiatan dasar itu dengan
cara yang berbeda.
Contohnya adalah cara makan yang berlaku sekarang.
Pada masa dulu orang makan hanya d engan menggunakan tangannya saja,
langsung menyuapkan makanan kedalam mulutnya, tetapi cara tersebut
perlahan lahan berubah, manusia mulai menggunakan alat yang sederhana
dari kayu untuk menyendok dan menyuapkan makanannya dan sekarang alat
tersebut dibuat dari banyak bahan. Begitu juga tempat dimana manusia itu
makan. Dulu manusia makan disembarang tempat, tetapi sekarang ada
tempat-tempat khusus dimana makanan itu dimakan. Hal ini semua terjadi
karena manusia mempelajari atau mencontoh sesuatu yang dilaku kan oleh
generasi sebelumya atau lingkungan disekitarnya yang dianggap baik dan
berguna dalam hidupnya.
Sebaliknya kelakuan yang didorong oleh insting tidak dipelajari. Semut
semut yang dikatakan bersifat sosial tidak dikatakan memiliki kebudayaan,
walaupun mereka mempunyai tingkah -laku yang teratur. Mereka membagi
pekerjaannya, membuat sarang dan mempunyai pasukan penyerbu yang
semuanya dilakukan tanpa pernah diajari atau tanpa pernah meniru dari
semut yang lain. Pola kelakuan seperti ini diwarisi secara genetis.

C.2. Kebudayaan Milik Bersama
Agar dapat dikatakan sebagai suatu kebudayaan, kebiasaan -kebiasaan
seorang individu harus dimiliki bersama oleh suatu kelompok manusia. Para
ahli Antropologi membatasi diri untuk berpendapat suatu kelompok
mempunyai kebudayaan jika para warganya memiliki secara bersama
sejumlah pola-pola berpikir dan berkelakuan yang sama yang didapat
melalui proses belajar.Suatu kebudayaan dapat dirumuskan sebagai seperangkat kepercayaan,
nilai-nilai dan cara berlaku atau kebiasaan yang dipelajari dan yang dimiliki
bersama oleh para warga dari suatu kelompok masyarakat. Pengertian
masyarakat sendiri dalam Antropologi adalah sekelompok orang yang
tinggal di suatu wilayah dan yang memakai suatu bahasa yang biasanya
tidak dimengerti oleh penduduk tetangganya.
C.3. Kebudayaan sebagai Pola
Dalam setiap masyarakat, oleh para anggotanya dikembangkan sejumlah
pola-pola budaya yang ideal dan pola -pola ini cenderung diperkuat dengan
adanya pembatasan-pembatasan kebudayaan. Pola-pola kebudayaan yang
ideal itu memuat hal-hal yang oleh sebagian besar dari masyarakat tersebut
diakui sebagai kewajiban yang harus dilakukan dalam keadaan -keadaan
tertentu. Pola-pola inilah yang sering disebut dengan norma -norma,
Walaupun kita semua tahu bahwa tidak semua orang dalam kebudayaannya
selalu berbuat seperti apa yang telah mereka patokkan bersama sebagai hal
yang ideal tersebut. Sebab bila para warga masyarakat selalu mematuhi dan
mengikuti norma-norma yang ada pada masyarakatnya maka tidak akan ada
apa yang disebut dengan pembatasan -pembatasan kebudayaan. Sebagi an
dari pola-pola yang ideal tersebut dalam kenyataannya berbeda dengan
perilaku sebenarnya karena pola -pola tersebut telah dikesampingkan oleh
cara-cara yang dibiasakan oleh masyarakat.
Pembatasan kebudayaan itu sendiri biasanya tidak selalu dirasakan ole h para
pendukung suatu kebudayaan. Hal ini terjadi karena individu -individu
pendukungnya selalu mengikuti cara -cara berlaku dan cara berpikir yang
telah dituntut oleh kebudayaan itu. Pembatasan -pembatasan kebudayaan
baru terasa kekuatannya ketika dia ditentang atau dilawan. Pembatasan
kebudayaan terbagi kedalam 2 jenis yaitu pembatasan kebudayaan yang
langsung dan pembatasan kebudayaan yang tidak langsung. Pembatasan
langsung terjadi ketika kita mencoba melakukan suat u hal yang menurut
kebiasaan dalam kebudayaan kita merupakan hal yang tidak lazim atau
bahkan hal yang dianggap melanggar tata kesopanan atau yang ada. Akan
ada sindiran atau ejekan yang dialamatkan kepada sipelanggar kalau hal
yang dilakukannya masih dian ggap tidak terlalu berlawanan dengan
kebiasaan yang ada, akan tetapi apabila hal yang dilakukannya tersebut
sudah dianggap melanggar tata -tertib yang berlaku dimasyarakatnya, maka
dia mungkin akan dihukum dengan aturan -aturan yang berlaku dalam
masyarakatnya.
Contoh dari pembatasan langsung misalnya ketika
seseorang melakukan kegiatan seperti berpakaian yang tidak pantas kedalam
gereja. Ada sejumlah aturan dalam setiap kebudayaan yang mengatur
tentang hal ini. Kalau si individu tersebut hanya tidak mengenak an baju saja
ketika ke gereja, mungkin dia hanya akan disindir atau ditegur dengan pelan.
Akan tetapi bila si individu tadi adalah seorang wanita dan dia hanya
mengenakan pakaian dalam untuk ke gereja, dia mungkin akan di tangkapoleh pihak-pihak tertentu karena dianggap mengganggu ketertiban umum.
Dalam pembatasan-pembatasan tidak langsung, aktifitas yang dilakukan
oleh orang yang melanggar tidak dihalangi atau dibatasi secara langsung
akan tetapi kegiatan tersebut tidak akan mendapat respons atau tanggapa n
dari anggota kebudayaan yang lain karena tindakan tersebut tidak dipahami
atau dimengerti oleh mereka. Contohnya: tidak akan ada orang yang
melarang seseorang di pasar Hamadi, Jayapura untuk berbelanja dengan
menggunakan bahasa Polandia, akan tetapi dia tidak akan dilayani karena
tidak ada yang memahaminya.
Pembatasan-pembatasan kebudayaan ini tidak berarti menghilangkan
kepribadian seseorang dalam kebudayaannya. Memang kadang -kadang
pembatasan kebudayaaan tersebut menjadi tekanan -tekanan sosial yang mengatur tatakehidupan yang berjalan dalam suatu kebudayaan, tetapi
bukan berarti tekanan-tekanan sosial tersebut menghalangi individu -individu
yang mempunyai pendirian bebas. Mereka yang mempunyai pendirian
seperti ini akan tetap mempertahankan pendapat -pendapat mereka, sekalipun
mereka mendapat tentangan dari pendapat yang mayoritas.
Kenyataan bahwa banyak kebudayaan dapat bertahan dan berkembang
menunjukkan bahwa kebiasaan -kebiasaan yang dikembangkan oleh
masyarakat pendukungnya disesuaikan dengan kebutuhan -kebutuhan
tertentu dari lingkungannya. Ini terjadi sebagai suatu strategi dari
kebudayaan untuk dapat terus bertahan, karena kalau sifat -sifat budaya tidak
disesuaikan kepada beberapa keadaan tertentu, k emungkinan masyarakat
untuk bertahan akan berkurang. Setiap adat yang meningkatkan ketahanan
suatu masyarakat dalam lingkungan tertentu biasanya merupakan adat yang
dapat disesuaikan, tetapi ini bukan berarti setiap ada mode yang baru atau
sistim yang baru langsung diadopsi dan adat menyesuaikan diri dengan
pembaruan itu. Karena dalam adat -istiadat itu ada konsep yang dikenal
dengan sistim nilai budaya yang merupakan konsep -konsep mengenai apa
yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu ke budayaan
tentang apa yang mereka anggap bernilai, berharga, dan penting dalam
hidup, sehingga ia memberi pedoman, arah serta orientasi kepada kehidupan
warga masyarakat pendukung kebudayaan tersebut.
C.4. Kebudayaan Bersifat Dinamis dan Adaptif
Pada umumnya kebudayaan itu dikatakan bersifat adaptif, karena
kebudayaan melengkapi manusia dengan cara -cara penyesuaian diri pada
kebutuhan-kebutuhan fisiologis dari badan mereka, dan penyesuaian pada
lingkungan yang bersifat fisik -geografis maupun pada lingkungan sosialnya.
Banyak cara yang wajar dalam hubungan tertentu pada suatu kelompok
masyarakat memberi kesan janggal pada kelompok masyarakat yang lain,
tetapi jika dipandang dari hubungan masyaraka t tersebut dengan
lingkungannya, baru hubungan tersebut bisa dipahami.Misalnya, orang akan heran kenapa ada pantangan -pantangan pergaulan seks pada
masyarakat tertentu pada kaum ibu sesudah melahirkan anaknya sampai
anak tersebut mencapai usia tertentu. B agi orang di luar kebudayaan
tersebut, pantangan tersebut susah dimengerti, tetapi bagi masrakat
pendukung kebudayaan yang melakukan pantangan -pantangan seperti itu,
hal tersebut mungkin suatu cara menyesuaikan diri pada lingkungan fisik
dimana mereka berada. Mungkin daerah dimana mereka tinggal tidak terlalu
mudah memenuhi kebutuhan makan mereka, sehingga sebagai strategi
memberikan gizi yang cukup bagi anak bayi dibuatlah pantangan -pantangan
tersebut.
Hal ini nampaknya merupakan hal yang sepele tetapi seb enarnya
merupakan suatu pencapaian luar biasa dari kelompok masyarakat tersebut
untuk memahami lingkungannya dan berinteraksi dengan cara melakukan
pantangan-pantangan tersebut. Pemahaman akan lingkungan seperti ini dan
penyesuaian yang dilakukan oleh kebu dayaan tersebut membutuhkan suatu
pengamatan yang seksama dan dilakukan oleh beberapa generasi untuk
sampai pada suatu kebijakan yaitu melakukan pantangan tadi. Begitu juga
dengan penyesuaian kepada lingkungan sosial suatu masyarakat; bagi orang
awam mungkin akan merasa adalah suatu hal yang tidak perlu untuk
membangun kampung jauh diatas bukit atau kampung di atas air dan
sebagainya, karena akan banyak sekali kesulitan -kesulitan praktis dalam
memilih tempat-tempat seperti itu. Tetapi bila kita melihat mung kin pada
hubungan-hubungan sosial yang terjadi di daerah itu, akan didapat sejumlah
alasan mengapa pilihan tersebut harus dilakukan. Mungkin mereka
mendapat tekanan-tekanan sosial dari kelompok -kelompok masyarakat
disekitarnya dalam bentuk yang ekstrim sehingga mereka harus
mempertahankan diri dan salah satu cara terbaik dalam pilihan mereka
adalah membangun kampung di puncak bukit.
Kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat tertentu merupakan cara
penyesuaian masyarakat itu terhadap lingkungannya, akan tetapi cara
penyesuaian tidak akan selalu sama. Kelompok masyarakat yang berlainan
mungkin saja akan memilih cara -cara yang berbeda terhadap keadaan yang
sama. Alasan mengapa masyarakat tersebut mengembangkan suatu jawaban
terhadap suatu masalah dan bukan jawaban yang lain yang dapat dipilih
tentu mempunyai sejumlah alasan dan argumen. Alasan –alasan ini sangat
banyak dan bervariasi dan ini memerlukan suatu penelitian untuk menjelaskannya.
Tetapi harus diingat juga bahwa masyarakat itu tidak harus selalu
menyesuaikan diri pada suatu keadaan yang khusus. Sebab walaupun pada
umumnya orang akan mengubah tingkah -laku mereka sebagai jawaban atau
penyesuaian atas suatu keadaan yang baru sejalan dengan perkiraan hal itu
akan berguna bagi mereka, hal itu tidak selalu terjadi.Malahan ada masyarakat yang dengan mengembangkan nilai budaya tertentu untuk
menyesuaikan diri mereka malah mengurangi ketahanan masyarakatnya sendiri. Banyak
kebudayaan yang punah karena hal -hal seperti ini. Mereka memakai kebiasaan-kebiasaan
baru sebagai bentuk penyesuaian terhadap keadaan-keadaan baru yang masuk kedalam
atau dihadapi kebudayaannya tetapi mereka tidak sadar bahwa kebiasaan -kebiasaan yang
baru yang dibuat sebagai penyesuaian terhadap unsur -unsur baru yang masuk dari luar
kebudayaannya malah merugikan mereka sendiri.
Disinilah pentingnya filter atau penyaring budaya dalam suatu kelompok masyarakat.
Karena sekian banyak aturan, norma atau adat istiadat yang ada dan berlaku pada suatu
kebudayaan bukanlah suatu hal yang baru saja dibuat atau dibuat dalam satu
dua hari saja. Kebudayaan dengan sejumlah normanya itu merupakan suatu
akumulasi dari hasil pengamatan, hasil belajar dari pendukung kebudayaan
tersebut terhadap lingkungannya selam a beratus-ratus tahun dan dijalankan
hingga sekarang karena terbukti telah dapat mempertahankan kehidupan
masyarakat tersebut.
Siapa saja dalam masyakarat yang melakukan filterasi atau penyaringan ini
tergantung dari masyarakat itu sendiri. Kesadaran akan melakukan
penyaringan ini juga tidak selalu sama pada setiap masyarakat dan hasilnya
juga berbeda pada setiap masyarakat. Akan terjadi pro -kontra antara
berbagai elemen dalam masyarakat, perbedaan persepsi antara generasi tua
dan muda, terpelajar dan yang kolot dan banyak lagi lainnya.