Jumat, 02 November 2012

PELUANG USAHA LOKET PEMBAYARAN PPOB DLL


JADILAH JUTAWAN-JUTAWAN BARU
DARI BISNIS LOKET PEMBAYARAN PPOB
Jika Anda Bisa Mengetik dan Akses Internet, Anda Sudah Memiliki Syarat yang Cukup Untuk Menghasilkan Uang dari Bisnis Pembayaran PPOB
Bisnis PPOB merupakan bisnis real, dengan modal kecil dan resiko sangat rendah namun profit sangat menguntungkan !!!!
INTERPAY hadir untuk memberikan solusi bisnis bagi anda untuk meraih income nyata dari bisnis loket pembayaran dengan syarat mudah, biaya murah namun tetap dengan dukungan teknologi yang inovatif, handal dan sistem bisnis yang fleksibel dan menguntungkan
Bedakan dengan Bisnis PPOB & Loket Pembayaran Lainnya !
  • Biaya investasi kecil
    · Bebas dijalankan di OS dan Browser Apapun
  • Persyaratan sangat MUDAH
    · Bebas menggunakan jenis printer apapun
  • Layanan lengkap dengan FEE menarik
    · Tidak ada deposit mengendap
  • Supply Banner dan Struk Gratis selamanya
    Free Pendaftaran PPOB
  • Sistem Reseller yang sangat menguntungkan
PPOB INTERPAY membuka peluang Usaha PPOB atau bisnis PPOB seluas-luasnya kepada perorangan atau perusahaan yang ingin bergabung dengan PPOB INTERPAY. Kami akan mencoba selalu memberikan kemudahan-kemudahan, support yang tinggi serta Fee yang menarik. Silahkan anda bergabung bersama kami dengan melakukan pendaftaran secara gratis dan tidak ada deposit yang kami endapkan. Temukan perbedaan kami dengan PPOB lainnya pada website Demo Live PPOB kami.
7 LANGKAH MUDAH MENDAFTARKAN LOKET DAN SISTEM RESELLER
  1. Daftarkan loket/diri Anda untuk Sistem Reseller di halaman Registrasi
  2. Daftarkan loket Anda di Form Pendaftaran Loket PPOB sebagai salah satu syarat mendapatkan hak Sistem Reseller
  3. Lakukan Deposit untuk transaksi Loket Anda
  4. Upgrade keanggotaan Anda menjadi PREMIUM MEMBER atau tetap menjadi FREE MEMBER kami
  5. Lakukan promosi dengan Url Reseller Anda di media Online dan Offline
  6. Bersiaplah untuk menerima komisi-komisi yang akan Anda dapatkan dari pendaftaran dan transaksi Mitra/Member Anda
  7. Terus Maju dan Sukses bersama Interpay PPOB
Tidak ada kata terlambat untuk memulai bisnis ini…
TUNGGU APA LAGI… SEGERA BERGABUNG BERSAMA INTERPAY PPOB !!!!

Selasa, 25 September 2012

serial number IDM


Serial number IDM 

S/N: SPOZ9-2E9IO-AKDRY-LIKEU

Internet Download Manager 5.14

S/N: ZFX1T-5VOMY-ZIT4Y-FHFPD

Internet Download Manager 5.14.1.0
S/N: Y30OZ-DNQH7-FRWPW-YYZMA

Internet Download Manager 5.15.6
S/N: Y5LUM-NFE0Q-GJR2L-5B86I
S/N: 4BTJF-DYNIL-LD8CN-MM8X5
S/N: XAGZU-SJ0FO-BDLTK-B3C3V

Internet Download Manager 5.17.3
S/N: RLDGN-OV9WU-5W589-6VZH1
S/N: HUDWE-UO689-6D27B-YM28M
S/N: UK3DV-E0MNW-MLQYX-GENA1
S/N: 398ND-QNAGY-CMMZU-ZPI39
S/N: GZLJY-X50S3-0S20D-NFRF9
S/N: W3J5U-8U66N-D0B9M-54SLM
S/N: EC0Q6-QN7UH-5S3JB-YZMEK
S/N: UVQW0-X54FE-QW35Q-SNZF5
S/N: FJJTJ-J0FLF-QCVBK-A287M


Senin, 21 Mei 2012

Sistem pemerintahan desa


 


 


 


 


 


 


 


 

OLEH :

NASRULLAH


 


 

FAKULTAS ILMU SOSIAL

PROGAM STUDY ILMU PEMERINTAHAN

UNIVERSITAS DARUSSALAM AMBON

KAMPUS "C" MASOHI

2012


 

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Sistem Pemerintaha Desa di susun dalam rangka memenuhi Tugas mata kuliah Program Studi Ilmu Pemerintahan.

Makalah ini sendiri penulis susun berdasarkan materi yang dusen pembimbing berikan dan berdasarkan teori dan realita yang berkembang saat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.


 


 

        
 


 


 

                        Masohi, 15 mei 2012


 


 

                        Penulis


 


 


 


 

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah akan sangat bergantung pada kesiapan Pemerintah Daerah dalam menata sistem pemerintahannya agar tercipta pembangunan yang efektif, efesien, transparansi, dan akuntabel serta mendapat partisipasi dari masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahannya.

Sesuai dengan amanat Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa dalam penyelenggaraan otonomi daerah dipandang perlu untuk menekankan pada prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (Good Governance) dan pemerintahan yang bersih (Clean Governance) dalam mewujudkan pembangunan daerah yang desentralistik dan demokratis.

Maka dalam penyelenggaraan pembangunan desa diperlukan pengorganisasian yang mampu menggerakkan masyarakat untuk mampu berpatisipasi dalam melaksanakan pembangunan desa serta melaksanakan administrasi pembangunan desa. Dengan demikian diharapkan pembangunan dan pelaksanaan administrasi desa akan berjalan lebih rasional, tidak hanya didasarkan pada tuntutan emosional yang sukar dipertanggungjawabkan kebenarannya.

    
 


 


 


 


 

BAB II

PEMBAHASAN

SISTEM PEMERINTAHAN DESA

  1. Pengertian Desa

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebut bahwa Desaatau di sebut nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa bukanlah bawahan kecamatan, karena kecamatan merupakan bagian dari perangkat daerah kabupaten/kota, dan desa bukan merupakan bagian dari perangkat daerah. Berbeda dengan Kelurahan, Desa memiliki hak mengatur wilayahnya lebih luas. Namun dalam perkembangannya, sebuah desa dapat diubah statusnya menjadi kelurahan.

Kewenangan desa adalah:

  1. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa
  2. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan masyarakat.
  3. Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
  4. Urusan pemerintahan lainnya yang diserahkan kepada desa.


 

  1. Pemerintahan Desa

Desa memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan Desa terdiri atas Pemerintah Desa (yang meliputi Kepala Desa dan Perangkat Desa) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Sebagaimana telah di jelaskan dalam peraturan pemerintah thn 2005 ayat 6 yang berbunyi bahwa pemerintahan desa adalah penyelenggaran desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI.

Dan selanjutnya dinyatakan dalam ayat7 yang berbunyi: Badan Permusyawaratan Desa atau nama lain disingkat BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah Desa sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah.

    Pemerintah desa atau yang disebut namalain adalah kepala desa dan perangkat desa sebagai unsur penyelenggaran pemerintahan desa (ayat 7).

  1. Kepala Desa

Kepala Desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan /yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan. Kepala Desa juga memiliki wewenang menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD. Kepala Desa dipilih langsung melalui Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) oleh penduduk desa setempat. Syarat-syarat menjadi calon Kepala Desa sesuai Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 sbb:


 

  • Bertakwa kepada Tuhan YME
  • Setia kepada Pacasila sebagai dasar negara, UUD 1945 dan kepada NKRI, serta Pemerintah
  • Berpendidikan paling rendah SLTP atau sederajat
  • Berusia paling rendah 25 tahun


     

  • Bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa
  • Penduduk desa setempat
  • Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling singkat 5 tahun
  • Tidak dicabut hak pilihnya
  • Belum pernah menjabat Kepala Desa paling lama 10 tahun atau 2 kali masa jabatan
  • Memenuhi syarat lain yang diatur Perda Kab/Kota

Kepala Desa, adalah pemimpin dari desa di Indonesia. Kepala Desa merupakan pimpinan dari pemerintah desa. Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan. Kepala Desa tidak bertanggung jawab kepada Camat, namun hanya dikoordinasikan saja oleh Camat. Jabatan Kepala Desa dapat disebut dengan nama lain.

  1. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD dapat dianggap sebagai "parlemen"-nya desa. BPD merupakan lembaga baru di desa pada era otonomi daerah di Indonesia.

Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.


 

Peresmian anggota BPD ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota, dimana sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama dihadapan masyarakat dan dipandu oleh Bupati/ Walikota. Ketua BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD secara langsung dalam Rapat BPD yang diadakan secara khusus. BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Wewenang BPD antara lain:

  • Membahas rancangan peraturan desa bersama Kepala Desa
  • Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa
  • Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa
  • Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa
  • Menggali,menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat; dan
  • Penggunaan nama/istilah BPD tidak harus seragam pada seluruh desa di Indonesia, dan dapat disebut dengan nama lain.
  1. Pemerintahan desa (negeri) di Maluku

Desa di Provinsi Maluku disebut "Negeri Adat". Negeri Adat ini memiliki sejarahnya masing-masing serta struktur pemerintahan tersendiri dan masih terpelihara hingga sekarang.

Negeri-negeri adat yang berada di Maluku khususnya pulau ambon terbentuk mula-mula oleh kelompok masyarakat sosial yang semakin hari semakin bertambah banyak.sehingga terjadilah atau terbentuklah suatu perkampungan yang terdiri dari beberapa "Mata rumah" yang disebut "Rumah tau" beberapa mata rumah yang mempunyai hubungan genealogis territorial kemudian menggabungkan diri menjadi sebuah "soa". Yang dipimpin oleh seorang kepala soa.

  • Landasan Hukum Pemerintahan Negeri Adat

Peraturan Daerah (Perda) terkait negeri adat di Kabupaten Maluku Tengah.

Dalam Perda no.01 thn 2006 Tentang Negeri Pasal (6) ayat (1) disebutkan,"Kepala Pemerintahan Negeri/Pemerintah Negeri Administratif ditetapkan melalui pemilihan atau pengangkatan". Selanjutnya pada Perdan no. 03 thn 2006 dinyatakan dalam hal hanya ada satu matarumah/keturunan tunggal yang secara adat berhak menjadi kepala pemerintah negeri, maka tidak dilakukan pemilihan kepala pemerintah negeri. (Pasal 3 ayat 1).

Matarumah/keturunan yang bersangkutan tinggal disampaikan kepada Saniri untuk disahkan sebagai kepala pemerintah negeri. (Pasal 3, ayat 2)

Namun ayat (3) pasal pada Perda yang sama menyatakan,"Pada negeri-negeri dimana sesuai adat istiadat dan hukum adat setempat, merupakan matarumah/keturunan yang berhak menjadi kepala pemerintah negeri matarumah/keturunan lebih dari satu, dapat dilakukan pemilihan kepala pemerintah negeri berdasarkan musyawarah matarumah/keturunan sesuai Peraturan Daerah ini".

Sedangkan pada ayat (5) disebutkan, "Selanjutnya pengaturan lebih lanjut mengenai matarumah/keturunan yang berhak menjadi kepala pemerintah negeri maupun pelaksanaan musyawarah matarumah/keturunan, diatur dengan Peraturan Negeri".

Saniri juga menetapkan alat kelengkapan Saniri seperti Tata Tertib. Tata Tertib ini menjadi acuan kelembagaan bagi Saniri dalam melaksanakan sidang-sidang dan mengambil keputusan di tingkat Saniri. Dengan belum adanya Tata Tertib memiliki implikasi hukum bagi proses pengambilan keputusan di tingkat sidang-sidang Saniri.

Sebagai lembaga adat pengakuan Saniri secara hukum sesuai Perda no. 04 thn 2006, itu penting untuk meningkatkan peran lembaga Saniri sebagai lembaga legislatif di negeri. Dengan dibentuknya Saniri dengan Peraturan Negeri, secara de jure Saniri punya kekuatan hukum, sehingga bisa menjalankan kewenangan, tugas dan fungsinya sesuai Perda.

  • Gambaran umum struktur pemerintahan negeri adat

Pada umumnya sebuah negeri dipimpin oleh seorang Raja berdasarkan garis keturunan yang dibawahnya ada Kepala Soa, yang merupakan pembantu utama Negeri dan dibantu oleh :

  1. Kapitan

    Yang merupakan pemimpin atas negerinya dan mempunyai kewajiban mengurus segala sesuatu dengan masalah pertahanan dan keamanan (Militer ).

  2. Kewang

    Yang bertugas untuk mengawasi dan menjaga batas-batas tanah hasil-hasil hutan dan laut dari petuanan negerinya.

  3. Marinyo

    Yang bertugas menyiarkan/memberitakan segala perintah raja kepada masyarakat.

  4. Maweng

    Yang merupakan seorang pendeta adat dan berkewajiban memimpin upacara adat.

Semua pejabat pemerintahan desa tergantung ke dalam suatu dewan desa bernama "Badan Saniri", Badan Saniri ini terbagi atas 3 macam yaitu :

  1. Saniri Raja Patih

Yang terdiri atas raja dan kepala soa dan pelaksana administrasi dari pemerintah pusat.

  1. Saniri Lengkap

Yang terdiri atas Raja, Kepala Soa dan pejabat-pejabat lainnya untuk membuat aturan-aturan adat.

  1. Saniri Besar

Yang merupakan semua pejabat pemerintah Negeri juga semua warga laki-laki yang sudah dewasa.

Nilai-nilai sosial budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Maluku merupakan salah satu modal dasar bagi peningkatan persatuan dan kesatuan termasuk menyemangati masyarakat dalam melaksanakan pembangunan di daerah ini. Hubungan-hubungan kekerabatan adat dan budaya harus terus didorong sehingga dapat menciptakan sinergitas yang andal bagi upaya bersama membangun Maluku di masa mendatang.

Meskipun masyarakat di daerah ini mencerminkan karakteristik masyarakat yang multi kultur, tetapi pada dasarnya mempunyai kesamaan-kesamaan nilai budaya sebagai representasi kolektif. Salah satu diantaranya adalah filosofi Siwalima yang selama ini telah melembaga sebagai world view atau cara pandang masyarakat tentang kehidupan bersama dalam kepelbagaian. Di dalam filosofi ini, terkandung berbagai pranata yang memiliki common values dan dapat ditemukan di seluruh wilayah Maluku. Sebutlah pranata budaya seperti masohi, maren, sweri, sasi, hawear, pela gandong, dan lain sebagainya. Adapun filosofi Siwalima

Dalam konteks pembangunan daerah, nilai-nilai budaya lokal yang masih ada dan hidup di kalangan masyarakat, dapat dipandang sebagai modal sosial yang perlu dimanfaatkan bagi kepentingan pembangunan daerah.

BAB III

KESIMPULAN


 

Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau pembentukan desa di luar desa yang telah ada.

Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa bersama BPD dengan memperhatikan saran dan pendapat masyarakat setempat. Desa yang berubah menjadi Kelurahan, Lurah dan Perangkatnya diisi dari pegawai negeri sipil.

Desa yang berubah statusnya menjadi Kelurahan, kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan dikelola oleh kelurahan yang bersangkutan untuk kepentingan masyarakat setempat.Desa mempunyai ciri budaya khas atau adat istiadat lokal.

Minggu, 22 Januari 2012

Aqidah, Syariat, dan Ahlak


 


 


 

" AQIDAH, SYARIAT, DAN AHLAK "


 

NAMA-NAMA

  1. .    NASRULLAH
  2. .
  3. .
  4. .
  5. .
  6. .

UNIVERSITAS DARUSSALAM AMBON KAMPUS "C"

MASOHI

2012


 


 


 

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah agama islam ini dengan judul " Aqidah, syariah dan akhlak ". Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah agama islam Program Studi Ilmu Pemerintahan.

Aqidah, syariah dan akhlak pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran islam. Ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan. Aqidah sebagai system kepercayaan yg bermuatan elemen-elemen dasar keyakinan, menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Sementara syariah sebagai system nilai berisi peraturan yang menggambarkan fungsi agama. Sedangkan akhlak sebagai sistematika menggambarkan arah dan tujuan yg hendak dicapai agama.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.


 


 


 

                    

                        penulis


 

                        Nasrullah


 

PEMBAHASAN

AQIDAH, SYARIAH, DAN AKHLAK

  1. Pengertian Aqidah

Dalam bahasa Arab akidah berasal dari kata al-'aqdu (الْعَقْدُ) yang berarti ikatan, at-tautsiiqu (التَّوْثِيْقُ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu (اْلإِحْكَامُ) yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah (الرَّبْطُ
بِقُوَّةٍ) yang berarti mengikat dengan kuat.

menurut istilah (terminologi): 'akidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.

Jadi, Akidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah shahih tentang prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma' (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' Salaf as-Shalih.


 

  1. Kedudukan Aqidah dalam Islam

Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat suatu bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain, seperti ibadah dan akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun di atasnya. Rumah yang dibangun tanpa pondasi adalah suatu bangunan yang sangat rapuh. Tidak usah ada gempa bumi atau badai, bahkan untuk sekedar menahan atau menanggung beban atap saja, bangunan tersebut akan runtuh dan hancur berantakan.

Maka, aqidah yang benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama (din) dan diterimanya suatu amal. Allah swt berfirman,

فَمَنْ
كَانَ
يَرْجُوا
لِقَآءَ
رَبِّهِ
فَلْيَعْمَلْ
عَمَلاً
صَالِحًا
وَلاَيُشْرِكُ
بِعِبَادَةِ
رَبِّهِ
أَحَدًا.

Artinya: "Maka barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya (di akhirat), maka hendaklah ia beramal shalih dan tidak menyekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya." (Q.S. al-Kahfi: 110)

Allah swt juga berfirman,

وَلَقَدْ
أُوحِىَ
إِلَيْكَ
وَإِلَى
الَّذِينَ
مِن
قَبْلِكَ
لَئِنْ
أَشْرَكْتَ
لَيَحْبَطَنَّ
عَمَلُكَ
وَلَتَكُونَنَّ
مِّنَ
الْخَاسِرِينَ.

Artinya: "Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelummu, bahwa jika engkau betul-betul melakukan kesyirikan, maka sungguh amalmu akan hancur, dan kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang merugi." (Q.S. az-Zumar: 65)

Mengingat pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka para Nabi dan Rasul mendahulukan dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah, sebelum aspek yang lainnya. Rasulullah saw berdakwah dan mengajarkan Islam pertama kali di kota Makkah dengan menanamkan nilai-nilai aqidah atau keimanan, dalam rentang waktu yang cukup panjang, yaitu selama kurang lebih tiga belas tahun. Dalam rentang waktu tersebut, kaum muslimin yang merupakan minoritas di Makkah mendapatkan ujian keimanan yang sangat berat. Ujian berat itu kemudian terbukti menjadikan keimanan mereka sangat kuat, sehingga menjadi basis atau landasan yang kokoh bagi perjalanan perjuangan Islam selanjutnya. Sedangkan pengajaran dan penegakan hukum-hukum syariat dilakukan di Madinah, dalam rentang waktu yang lebih singkat, yaitu kurang lebih selama sepuluh tahun. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita mengenai betapa penting dan teramat pokoknya aqidah atau keimanan dalam ajaran Islam.


 

  1. Sumber, Metode Dan Cara Pengambilan Aqidah Islam
  1. Sumber-sumber Aqidah Islam

Aqidah Islam adalah sesuatu yang bersifat tauqifi, artinya suatu ajaran yang hanya dapat ditetapkan dengan adanya dalil dari Allah dan Rasul-Nya. Maka, sumber ajaran aqidah Islam adalah terbatas pada al-Quran dan Sunnah saja. Karena, tidak ada yang lebih tahu tentang Allah kecuali Allah itu sendiri, dan tidak ada yang lebih tahu tentang Allah, setelah Allah sendiri, kecuali Rasulullah saw.

  1. Metode Memahami Aqidah Islam dari Sumber-sumbernya Menurut Para Shahabat

Generasi para shahabat adalah generasi yang dinyatakan oleh Rasululah sebagai generasi terbaik kaum muslimin. Kebaikan mereka terletak pada pemahaman dan sekaligus pengamalannya atas ajaran-ajaran Islam secara benar dan kaffah.

Hal ini tidak mengherankan, karena mereka adalah generasi awal yang menyaksikan langsung turunnya wahyu, dan mereka mendapat pengajaran dan pendidikan langsung dari Rasulullah saw. Setelah generasi shahabat, kualifikasi atau derajat kebaikan itu diikuti secara berurutan oleh generasi berikutnya dari kalangan tabi'in, dan selanjutnya diikuti oleh generasi tabi'ut tabi'in. Tiga generasi inilah yang secara umum disebut sebagai generasi salaf. Rasulullah bersabda tentang mereka,

خَيْرُ
النَّاسِ
قَرْنِي
ثُمَّ
الَّذِيْنَ
يَلُوْنَهُمْ
ثُمَّ
الَّذِيْنَ
يَلُوْنَهُمْ

Artinya: "Sebaik-baik manusia adalah generasi pada masaku, lalu generasi berikutnya, lalu generasi berikutnya…" (H.R. Bukhari dan Muslim)

Generasi salaf yang shalih (al-salaf al-shalih) mengambil pemahaman aqidah dari al-Quran dan sunnah dengan metode mengimani atau meyakini semua yang diinformasikan (ditunjukkan) oleh kedua sumber tersebut. Dan apa saja yang tidak terdapat dapat dalam kedua sumber itu, mereka meniadakan dan menolaknya. Mereka mencukupkan diri dengan kedua sumber tersebut dalam menetapkan atau meniadakan suatu pemahaman yang menjadi dasar aqidah atau keyakinan.

Dengan metode di atas, maka para shahabat, dan generasi berikutnya yang mengikuti mereka dangan baik (ihsan), mereka beraqidah dengan aqidah yang sama. Di kalangan mereka tidak terjadi perselisihan dalam masalah aqidah.

  1. Sebab-Sebab Penyimpangan dari Akidah yang Benar

Penyimpangan dari akidah yang benar adalah sumber petaka dan bencana. Seseorang yang tidak mempunyai akidah yang benar maka sangat rawan termakan oleh berbagai macam keraguan dan kerancuan pemikiran, sampai-sampai apabila mereka telah berputus asa maka mereka pun mengakhiri hidupnya dengan cara yang sangat mengenaskan yaitu dengan bunuh diri. Sebagaimana pernah kita dengar ada remaja atau pemuda yang gantung diri gara-gara diputus pacarnya.

Oleh karena peranannya yang sangat penting ini maka kita juga harus mengetahui sebab-sebab penyimpangan dari akidah yang benar. Di antara penyebab itu adalah:

  1. Bodoh terhadap prinsip-prinsip akidah yang benar. Hal ini bisa terjadi karena sikap tidak mau mempelajarinya, tidak mau mengajarkannya, atau karena begitu sedikitnya perhatian yang dicurahkan untuknya. Hal ini sebagaimana pernah disinggung oleh Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu, "Jalinan agama Islam itu akan terurai satu persatu, apabila di kalangan umat Islam tumbuh sebuah generasi yang tidak mengerti hakikat jahiliyah."
  2. Ta'ashshub (fanatik) kepada nenek moyang dan tetap mempertahankannya meskipun hal itu termasuk kebatilan, dan meninggalkan semua ajaran yang bertentangan dengan ajaran nenek moyang walaupun hal itu termasuk kebenaran. (QS. Al Baqarah: 170)
  3. Taklid buta (mengikuti tanpa landasan dalil). Hal ini terjadi dengan mengambil pendapat-pendapat orang dalam permasalahan akidah tanpa mengetahui landasan dalil dan kebenarannya. Mereka mengikuti saja perkataan tokoh-tokoh sebelum mereka padahal mereka itu sesat. Maka mereka juga ikut-ikutan menjadi tersesat, jauh dari pemahaman akidah yang benar.
  4. Berlebih-lebihan dalam menghormati para wali dan orang-orang saleh. Mereka mengangkatnya melebihi kedudukannya sebagai manusia. Hal ini benar-benar terjadi hingga ada di antara mereka yang meyakini bahwa tokoh yang dikaguminya bisa mengetahui perkara gaib, padahal ilmu gaib hanya Allah yang mengetahuinya.
  5. Lalai dari merenungkan ayat-ayat Allah, baik ayat kauniyah maupun qur'aniyah. Ini terjadi karena terlalu mengagumi perkembangan kebudayaan materialistik yang digembar-gemborkan orang barat. Sampai-sampai masyarakat mengira bahwa kemajuan itu diukur dengan sejauh mana kita bisa meniru gaya hidup mereka, (QS. Al Qashash: 78), (QS. Ash Shaffaat: 96)
  6. Kebanyakan rumah tangga telah kehilangan bimbingan agama yang benar. Padahal peranan orang tua sebagai pembina putra-putrinya sangatlah besar. Hal ini sebagaimana telah digariskan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Setelah itu mereka pun lalai dari membaca Al Qur'an, merenungkan makna-maknanya dan malas menuntut ilmu agama.


     

    1. Pengertian Syariat

Syariat Islam adalah hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini.

Terkait dengan susunan tertib syariat, Al Qur'an dalam surat Al Ahzab ayat 36 mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan Rasul-Nya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu, secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan Rasul-Nya belum menetapkan ketentuannya, maka umat Islam dapat menentukan sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh ayat Al Qur'an dalam Surat Al Maidah (QS 5:101) yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkan Allah.

Dengan demikian, perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya kepada Allah SWT itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syara' dan perkara yang masuk dalam kategori Furu' Syara'.

Asas Syara' Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Qur'an atau Al Hadits. Kedudukannya sebagai Pokok Syari'at Islam dimana Al Qur'an itu asas pertama Syara' dan Al Hadits itu asas kedua Syara'. Sifatnya, pada dasarnya mengikat umat Islam seluruh dunia dimanapun berada, sejak kerasulan Nabi Muhammad SAW hingga akhir zaman, kecuali dalam keadaan darurat.

Keadaan darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang memungkinkan umat Islam tidak mentaati Syariat Islam, ialah keadaan yang terpaksa atau dalam keadaan yang membahayakan diri secara lahir dan batin, dan keadaan tersebut tidak diduga sebelumnya atau tidak diinginkan sebelumnya, demikian pula dalam memanfaatkan keadaan tersebut tidak berlebihan. Jika keadaan darurat itu berakhir maka segera kembali kepada ketentuan syariat yang berlaku.

Furu' Syara' Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al'quran dan Al Hadist. Kedudukannya sebagai cabang Syariat Islam. Sifatnya pada dasarnya tidak mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat menerima sebagai peraturan / perundangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaanya.

Perkara atau masalah yang masuk dalam furu' syara' ini juga disebut sebagai perkara ijtihadiyah.


 

  1. Sumber Hukum Islam
  2. Al Qur'an

Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman (QS Saba 34:28). Selain sebagai sumber ajaran Islam, Al Qur'an disebut juga sebagai sumber pertama atau asas pertama Syara'.

Al Qur'an merupakan kitab suci terakhir yang turun dari serangkaian kitab suci lainnya yang pernah diturunkan ke dunia.

Dalam upaya memahami isi Al Qur'an dari waktu ke waktu telah berkembang tafsiran tentang isi-isi Al Qur'an namun tidak ada yang saling bertentangan.


 

  1. Al Hadist

    Al-Hadîts adalah perkataan dan perbuatan dari Nabi Muhammad. Hadis sebagai sumber hukum dalam agama Islam memiliki kedudukan kedua pada tingkatan sumber hukum di bawah Al-Qur'an.Kata hadis yang mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan sunah, maka pada saat ini bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum.


     

    Ijtihad

Ijtihad adalah sebuah usaha untuk menetapkan hukum Islam berdasarkan Al Qur'an dan Al Hadist. Ijtihad dilakukan setelah Nabi Muhammad SAW wafat sehingga tidak bisa langsung menanyakan pada beliau tentang sesuatu hukum. Namun, ada hal-hal ibadah tidak bisa di ijtihadkan. Beberapa macam ijtihad, antara lain :

  1. Ijma', kesepakatan para-para ulama
  2. Qiyas, diumpamakan dengan suatu hal yang mirip dan sudah jelas hukumnya
  3. Maslahah Mursalah, untuk kemaslahatan umat
  4. 'Urf, kebiasaan


 

Syariah memberikan kepastian hukum yang penting bagi pengembangan diri manusia dan pembentukan dan pengembangan masyarakat yang berperadaban (masyarakat madani).

Syariah meliputi 2 bagian utama :

  1. Ibadah ( dalam arti khusus), yang membahas hubungan manusia dengan Allah (vertikal). Tatacara dan syarat-rukunya terinci dalam Quran dan Sunah. Misalnya : salat, zakat, puasa
  2. Mu'amalah, yang membahas hubungan horisontal (manusia dan lingkungannya) . Dalam hal ini aturannya aturannya lebih bersifat garis besar. Misalnya munakahat, dagang, bernegara, dll.


 

Syariah Islam secara mendalam dan mendetil dibahas dalam ilmu fiqh.

Dalam menjalankan syariah Islam, beberpa yang perlu menjadi pegangan :

  • Berpegang teguh kepada Al-Quran dan Sunah (24 :51, 4:59) menjauhi bid'ah (perkara yang diada-adakan)
  • Syariah Islam telah memberi aturan yangjelas apa yang halal dan haram (7 :33, 156-157), maka :

    - Tinggalkan yang subhat (meragukan)

    - ikuti yang wajib, jauhi yang harap, terhadap yang didiamkan jangan bertele-tele

  • Syariah Islam diberikan sesuai dengan kemampuan manusia (2:286), dan menghendaki kemudahan (2 :185, 22 :78). Sehingga terhadap kekeliruan yang tidak disengaja & kelupaan diampuni Allah, amal dilakukan sesuai kemampuan
  • hendaklah mementingkan persatuan dan menjauhi perpecahan dalam syariah (3:103, 8:46)

    Syariah harus ditegakkan dengan upaya sungguh-sungguh (jihad) dan amar ma'ruf nahi munkar

Klaim kesempurnaan di atas biasanya didasarkan pada tiga dalil.

  • Pertama, dalam al-Maidah ayat 3, Allah telah menyatakan, "Pada hari ini, telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagimu."
  • Kedua, klaim kesempurnaan syariat Islam juga didasarkan pada al-Nahl ayat 89, "Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (Alquran) untuk menjelaskan segala sesuatu
  • Ketiga, dalam al-An'am ayat 38 disebutkan, "Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun di dalam al-Kitab." Sejumlah ahli tafsir menjelaskan bahwa Alquran tidak meninggalkan sedikit pun dan atau lengah dalam memberikan keterangan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan tujuan-tujuan pokok Alquran, yaitu masalah-masalah akidah, syariah, dan akhlak, bukan sebagai apa yang dimengerti oleh sebagian ulama bahwa ia mencakup segala macam ilmu pengetahuan.


     

  1. Pengertian Ahlak

Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja.Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat.Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak.

Dalam Encyclopedia Brittanica, akhlak disebut sebagai ilmu akhlak yang mempunyai arti sebagai studi yang sistematik tentang tabiat dari pengertian nilai baik, buruk, seharusnya benar, salah dan sebaginya tentang prinsip umum dan dapat diterapkan terhadap sesuatu, selanjutnya dapat disebut juga sebagai filsafat moral.


 

  1. Pembagian Akhlak

Secara umum akhlak Islam dibagi menjadi dua, yaitu akhlak mulia (al-akhlaq al-mahmudah/al-karimah) dan akhlak tercela (al-akhlaq al-madzmumah/al-qabihah). Akhlak mulia harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, sedang akhlak tercela harus dijauhi jangan sampai dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.


 

Dilihat dari ruang lingkupnya, akhlak Islam dibagi menjadi dua bagian, yaitu akhlak terhadap Khaliq (Allah Swt.) dan akhlak terhadap makhluq (ciptaan Allah). Akhlak terhadap makhluk masih dirinci lagi menjadi beberapa macam, seperti akhlak terhadap sesama manusia, akhlak terhadap makhluk hidup selain manusia (seperti tumbuhan dan binatang), serta akhlak terhadap benda mati.


 

Orang Islam yang memiliki aqidah yang benar dan kuat, berkewajiban untuk berakhlak baik kepada Allah Swt. dengan cara menjaga kemauan dengan meluruskan ubudiyah dengan dasar tauhid (QS. al-Ikhlash (112): 1–4; QS. al-Dzariyat (51): 56), menaati perintah Allah atau bertakwa (QS. Ali 'Imran (3): 132), ikhlas dalam semua amal (QS. al-Bayyinah (98): 5), cinta kepada Allah (QS. al-Baqarah (2): 165), takut kepada Allah (QS. Fathir (35): 28), berdoa dan penuh harapan (raja') kepada Allah Swt. (QS. al-Zumar (39): 53), berdzikir (QS. al-Ra'd (13): 28), bertawakal setelah memiliki kemauan dan ketetapan hati (QS. Ali 'Imran (3): 159, QS. Hud (11): 123), bersyukur (QS. al-Baqarah (2): 152 dan QS. Ibrahim (14): 7), bertaubat serta istighfar bila berbuat kesalahan (QS. al-Nur (24): 31 dan QS. al-Tahrim (66): 8), rido atas semua ketetapan Allah (QS. al-Bayyinah (98): 8), dan berbaik sangka pada setiap ketentuan Allah (QS. Ali 'Imran (3): 154).


 

Akhlak terhadap sesama manusia harus dimulai dari akhlak terhadap Rasulullah Saw., sebab Rasullah yang paling berhak dicintai, baru dirinya sendiri. Di antara bentuk akhlak kepada Rasulullah adalah cinta kepada Rasul dan memuliakannya (QS. al-Taubah (9): 24), taat kepadanya (QS. al-Nisa' (4): 59), serta mengucapkan shalawat dan salam kepadanya (QS. al-Ahzab (33): 56). Namun demikian akhlak terhadap Rasulullah Saw. ini juga sangat terkait dengan Akhlak terhadap Allah Swt., sebab apa pun yang bersumber dari Allah (al-Quran) dan Rasulullah (sunnah) harus dijadikan dasar dalam bersikap dan berpreilaku dalam kehidupan sehari-hari.


 

  1. Pembinaan Akhlak Mulia dalam Ber-hablun Minannas

Hablun minannas adalah berhubungan antar sesama manusia. Sebagai umat beragama, setiap orang harus menjalin hubungan baik antar sesamanya setelah menjalin hubungan baik dengan Tuhannya. Dalam kenyataan sering kita saksikan dua hubungan ini tidak padu. Terkadang ada seseorang yang dapat menjalin hubungan baik dengan Tuhannya, tetapi ia bermasalah dalam menjalin hubungan dengan sesamanya. Atau sebaliknya, ada orang yang dapat menjalin hubungan secara baik dengan sesamanya, tetapi ia mengabaikan hubungannya dengan Tuhannya. Tentu saja kedua contoh ini tidak benar. Yang seharusnya dilakukan adalah bagaimana ia dapat menjalin dua bentuk hubungan itu dengan baik, sehingga terjadi keharmonisan dalam dirinya.


 

Pada prinsipnya ada tiga bahasan pokok terkait dengan pembinaan akhlak mulia dalam berhubungan antar sesama manusia ini. Bahasan pertama terkait dengan akhlak manusia terhadap diri sendiri. Akhlak ini bertujuan untuk membekali manusia dalam bereksistensi diri di hadapan orang lain dan terutama di hadapan Allah Swt. Bahasan kedua terkait dengan akhlak manusia dalam kehidupan keluarganya. Akhlak ini bertujuan membekali manusia dalam hidup di tengah-tengah keluarga dalam posisinya masing-masing. Dan bahasan ketiga terkait dengan akhlak manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Akhlak ini membekali manusia bagaiman bisa berkiprah di tengah-tengah masyarakatnya dengan baik dan tetap berpegang pada nilai-nilai akhlak yang sudah digariskan oleh ajaran Islam.

  1. Akhlak terhadap diri sendiri

Untuk membekali kaum Muslim dengan akhlak mulia terutama terhadap dirinya, di bawah akan diuraikan beberapa bentuk akhlak mulia terhadap diri sendiri dalam berbagai aspeknya.

Di antara bentuk akhlak mulia ini adalah memelihara kesucian diri baik lahir maupun batin. Orang yang dapat memelihara dirinya dengan baik akan selalu berupaya untuk berpenampilan sebaik-baiknya di hadapan Allah, khususnya, dan di hadapan manusia pada umumnya dengan memperhatikan bagaimana tingkah lakunya.

Pemeliharaan kesucian diri seseorang tidak hanya terbatas pada hal yang bersifat fisik (lahir) tetapi juga pemeliharaan yang bersifat nonfisik (batin). Yang pertama harus diperhatikan dalam hal pemeliharaan nonfisik adalah membekali akal dengan berbagai ilmu yang mendukungnya untuk dapat melakukan berbagai aktivitas dalam hidup dan kehidupan sehari-hari. Berbagai upaya yang mendukung ke arah pembekalan akal harus ditempuh, misalnya melalui pendidikan yang dimulai dari lingkungan rumah tangganya kemudian melalui pendidikan formal hingga mendapatkan pengetahuan yang memadai untuk bekal hidupnya (QS. al-Zumar (39): 9). Setelah penampilan fisiknya baik dan akalnya sudah dibekali dengan berbagai ilmu pengetahuan, maka yang berikutnya harus diperhatikan adalah bagaimana menghiasi jiwanya dengan berbagai tingkah laku yang mencerminkan akhlak mulia.

Bentuk akhlak mulia yang juga penting adalah syaja'ah (berani). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 138) berani diartikan mempunyai hati yang mantap dan percaya diri yang besar dalam menghadapi bahaya, kesulitan, dsb. Dengan demikian, berani di sini adalah berani yang bernilai positif, bukan berani yang bernilai negatif, seperti berani berbuat kesalahan atau berani yang tujuannya hanya untuk pelampiasan nafsu belaka. Lawan dari sifat syaja'ah adalah jubun (pengecut atau penakut).

Orang yang berani (pemberani) adalah orang yang berani membela kebenaran dengan resiko apa pun dan takut untuk berbuat yang tidak benar. Sebaliknya orang yang takut (penakut) adalah orang takut membela kebenaran. Dari hadits Nabi Saw. (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Banyak orang fisiknya kuat tidak memiliki sifat syaja'ah ini. Sebab keberanian tidak ditentukan dari situ, tetapi dari kekuatan jiwanya yang selalu menggerakkan untuk berbuat baik.

Di antara wujud sikap berani di antaranya adalah:

1) berani dalam menghadapi musuh dalam peperangan di jalan Allah (jihad fi sabilillah);

2) berani untuk menegakkan kebenaran, meskipun berbahaya; dan

3) berani untuk mengendalikan hawa nafsu.

Untuk menumbuhkan keberanian pada seorang Muslim, menurut Raid Abdul Hadi (dalam Yunahar Ilyas, 2004: 118-121), ada tujuh hal yang dapat dilakukan, yaitu

1) adanya rasa takut kepada Allah Swt.;

2) lebih mencintai akhirat daripada dunia;

3) tidak takut mati;

4) tidak ragu-ragu;

5) tidak menomorsatukan kekuatan materi;

6) tawakkal dan yakin akan pertolongan Allah Swt.; dan

7) karena hasil pendidikan.


 


 


 

  1. Akhlak dalam lingkungan keluarga

Di samping harus berakhlak mulia terhadap dirinya, setiap Muslim harus berakhlak mulia dalam lingkungan keluarganya. Pembinaan akhlak mulia dalam lingkungan keluarga meliputi hubungan seseorang dengan orang tuanya, termasuk dengan guru-gurunya, hubungannya dengan orang yang lebih tua atau dengan yang lebih muda, hubungan dengan teman sebayanya, dengan lawan jenisnya, dan dengan suami atau isterinya serta dengan anak-anaknya.

Menjalin hubungan dengan orang tua atau guru memiliki kedudukan yang sangat istimewa dalam pembinaan akhlak mulia di lingkungan keluarga. Guru juga bisa dikategorikan sebagai orang tua kita. Orang tua nomor satu adalah orang tua yang melahirkan kita dan orang tua kedua adalah orang tua yang memberikan kepandaian kepada kita. Islam menetapkan bahwa berbuat baik kepada kedua orang tua (birr al-walidain) adalah wajib dan merupakan amalan utama (QS. al-Isra' (17): 23-24 dan HR. al-Bukhari dan Muslim).

Berakhlak mulia dengan kepada orang tua bisa dilakukan di antaranya dengan :

  • mengikuti keinginan dan saran kedua orang tua dalam berbagai aspek kehidupan;
  • menghormati dan memuliakan kedua orang tua dengan penuh rasa terima kasih dan kasih sayang atas jasa-jasa keduanya;
  • membantu kedua orang tua secara fisik dan material;
  • mendoakan kedua orang tua agar selalu mendapatkan ampunan, rahmat, dan karunia dari Allah (QS. al-Isra' (17): 24); dan 5)


 

Daftar Pustaka


 

Al-Ghazali, Imam. 1995. Teosofia Al-Qur'an. Terj. oleh M. Luqman Hakiem dan Hosen Arjaz Jamad. Surabaya: Risalah Gusti.

Al-Hadits al-Nabawiy.

Al-Jarjani, 'Ali Ibn Muhammad. 1988. Kitab al-Ta'rifat. Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyyah.

Al-Qura'an al-Karim.

Ary Ginanjar Agustian. 2005. Emotional Spiritual Quotient. Jakarta: Penerbit Arga.

Faisal Ismail. 1988. Paradigma Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Titihan Ilahi Press.

Muka Sa'id. 1986. Etika Masyarakat Indonesia. Jakarta: Pradnya Paramita.

Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan Al-Qur'an. Bandung: Mizan.

Sultani, Gulam Reza. 2004. Hati yang Bersih Kunci Ketenangan Jiwa. Terj. oleh Abdullah Ali. Jakarta: Pustaka Zahra.

Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Cet. Pertama Edisi III.

Yunahar Ilyas. 2004. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: LPPI UMY. Cet. IV.

sumber : http://marzukiwafi.wordpress.com/2011/02/08/pembinaan-akhlak-mulia-dalam-berhubungan-antar-sesama-manusia-dalam-perspektif-islam/

Kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas.