“ MATA KULIAH BIROKRASI INDONESIA”
DISUSUN
OLEH :
KELOMPOK
:
1. NASRULLAH
2. IRWAN ASIS
3. ABDUL GANI SIMAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL
PROGRAM STUDY ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS DARUSSALAM AMBON
KAMPUS “C” MASOHI
2012
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah
segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
diberikan oleh dusen pembimbing di susun dalam rangka memenuhi tugas kelompok
mata kuliah Sistem Program Studi Ilmu Pemerintahan.
Makalah ini
sendiri kami susun berdasarkan teori dan sejarah birokrasi serta polemik yang terjadi di era globalisasi ini..
Dengan judul makalah ”Kultur dan
Etika Birokrasi di Indonesia”
Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun guna menyempurnaka penulisan ini. Kami pun berharap semoga apa kami rangkum ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan
bagi pembaca umumnya.
Masohi, Des 2012
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL...............................................................................
KATA
PENGANTAR..............................................................................
BAB I PENDAHULUAN..............................................................
1.1 Latar
Belakang.............................................................
1.2 Maksud
dan tujuan penulisan..........................................
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................
A. Konsep
Kultur dan Etika…………………………………..
B. Kultur
dan Etika Birokrasi di Indonesia…………………..
C. Fungsi
dan Peran Birokrasi……………………………….
D. Dampak
Perilaku Menyimpang dalam Birokrasi di Indonesia.
BAB III PENUTUP........................................................................
5.1
Kesimpulan..................................................................
5.2
Saran...........................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Wajah
birokrasi dari suatu penyelengaraan negara Indonesia akan tercermin pada hasil
produk yang berupa adanya standar pelayanan terhadap publik atau masyarakat
dalam rangka merasionalisasi birokrasi akan dapat terwujudnya dengan adanya
batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan
kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik,
terdapat sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak dan sesuai dengan
asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik dengan terpenuhinya
penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan pengaturan dalam peraturan
perundang-undangan dan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam
memperoleh penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan pada kepentingan umum
serta adanya kepastian hukum dalam kesamaan hak disamping keseimbangan hak dan
kewajiban meliputi keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan/tidak
diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, penyedian fasilitas dan perlakuan
khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, kecepatan, kemudahan dan
keterjangkauan.
Sebagai
penjamin kelancaran penyelenggaraan pelayanan publik dan penanggung jawab
adalah pimpinan lembaga negara, pimpinan kementerian, pimpinan lembaga
pemerintah nonkementerian, pimpinan lembaga komisi negara atau yang sejenis,
pimpinan lembaga lainnya, gubernur pada tingkat provinsi dengan kewajiban
melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan publik kepada Presiden dan
Dewan Perwakilan Rakyat sedangkan pada tingkat bupati pada tingkat kabupaten,
walikota pada tingkat kota melaporkan hasil perkembangan kinerja pelayanan
publik masing-masing kepada dewan perwakilan rakyat daerah provinsi dan menteri
atau dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota dan gubernur
Efektivitas
berbagai metode dalam menegakkan akuntabilitas publik terdapat faktor yang
menentukan antara lain dengan adanya derajat transparansi penerimaan yang dapat
diukur dari peran media massa dalam memberikan informasi kepada publik meliputi
anggaran, akuntansi publik, dan laporan audit. Tanpa akses terhadap beragai
informasi tersebut, masyarakat tidak akan sepenuhnya menyadari apa yang telah
dilakukan dan tidak pernah dilakukan bagi kepentingan publik serta pendidikan
pemahaman hak-hak sipil yang diberikan kepada para warga negara agar mengetahui
hak dan kewajibannya serta kesiapannya untuk menjalankan.
1.2 Maksud
dan tujuan penulisan
Adapun
maksud dan tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mendapatkan data, baik secara kwantitatif maupun kwalitatif mengenai Birokrasi Indonesia.
2. Sebagai
suatu bahan pelajaran ke depan dengan
adanya polemik yang terjadi dalam Birokrasi di Indonesia saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN
KULTUR DAN ETIKA BIROKRASI DI INDONESIA
- Konsep Kultur dan Etika
Menurut Samuel P. Huntington bahwa birokrasi merupakan
mesin pemerintah yang mengimplementasikan kebijakan Negara. Birokrasi merupakan
mata rantai tak terpisahkan dalam hubungan pemerintah dengan rakyat dalam hal
ini berkaitan dengan fungsi pemerintah dalam hal mencapai tujuan pelayanan
publik yang maksimal.
Saat
ini birokrasi di indonesia sering menjadi keluhan dan sorotan oleh kalangan
masyarakat. Pasalnya Birokrasi merupakan alat negara dalam penyeleggaraan dan
melayani masyarakat. Dalam menanggapi maslah ini secara umum ada dua
permasalahan yang menjadi inti dari permasalahan ini. Pertama, kultur
birokrasi. Kedua, etika birokrasi.
Kultur atau budaya secara etimologi berasal dari
colore yang artinya mengerjakan atau mengelola. Dalam kamus bahasa indonesia
kultur di artikan sebagai peradaban, adat dan etik. Jadi kultur adalah suatu
cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan
diwariskan dari generasi ke generasi.
Etika dapat didefinisikan sebagai pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran dan pandangan moral yang memberikan refleksi tentang
bagaimana manusia harus hidup, dan bagaimana mempertanggungjawabkan
perbuatannya. Sehingga etika dapat dipandang sebagai perangkat nilai atau norma
moral yang berlaku dalam masyarakat. Oleh karenanya, keberadaan etika secara
umum maupun khusus adalah inklusif dalam tatanan lingkungan sosial. Bertens
menjelaskan etika sebagai nilai-nilai
dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya. Ia juga menegaskan bahwa etika merupakan nilai
mengenai benar dan salah yang dianut oleh sekelompok orang atau masyarakat.
Berdasarkan pengertian ini, maka etika bermuara pada nilai atau tingkah laku
seseorang atau sekelompok orang.
- Kultur dan Etika Birokrasi di Indonesia
1. Kultur Birokrasi
Birokrasi di Indonesia, merupakan warisan kultur
birokrasi sejak masa penjajahan kolonial dulu. Beberapa episode dalam
pemerintahan yang mewarnai bangsa ini menempatkan birokrasi di negara ini dalam
berbagai karakteristik yang mencerminkan keadaan (kegagalan) tersebut. Pada
masa kolonialisme, birokrasi diatur oleh pemerintah penjajah Hindia Belanda
yang menganut pola pikir pengaturan wilayah jajahannya.
Orientasi reformasi yang lebih mengarah pada perubahan
dalam birokrasi ini bukanlah hanya merupakan tuntutan yang tanpa alasan,
melainkan karena adanya beberapa permasalahan yang selama ini membelenggu
birokrasi pada umumnya. Permasalahan yang terjadi dallam perilaku birokrasim
sering kali menjadi dasar permasalahan yang muncul dikalangan birokrasi.
Masalah perilaku ini juga tidak sebatas dipengaruhi oleh kondisi internal
birokrasi itu sendiri tetapi juga karena adanya pengaruh eksternal yaitu adanya
intervensi dari partai politik terhadap aparat biroktasi sebagaimana yang
dijelaskan oleh Miftah Thoha bahwa terkait netralitas aparatur birokrasi tidak
sepenuhnya terjadi karena adanya intervensi dari partai politiK.
perilaku aparatur birokrasi di Indonesia saat ini
menjadi catatan merah yang perlu diperbaiki, dari sekian data KKN, Prosedur dan
Mekanisme Kerja yang berbelit-belit, kaya struktur tetapi miskin fungsi
kesemuanya merupakan persoalan perilaku aparatur didalamnya. Pada tataran
tertentu, permasalahan-permmasalahan tersebut bisa terjadi secara parsial yang
terfragmentasikan pada masing-masing kondisi. Tetapi pada tataran atau kondisi
lainnya bisa pula terjadi secara bersamaan. Dan pada masa desentralisasi ini
pun persoalan tersebut semakin terfragmentasikan kedalam satu kondisi dimana
terliha dari kepemimpinannya.
2.
Etika Birokrasi
Etika birokrasi berkaitan erat dengan moralitas dan
mentalitas aparat birokrasi dalam melaksanakan fungsi-fungsi pemerintahan itu
sendiri yang tercermin dalam fungsi pokok pemerintahan fungsi pelayanan,
pengaturan/regulasi dan fungsi pemberdayaan masyarakat.
Secara umum ada
dua permasalahan penting dalam etika
birokrasi. Pertama, masalah yang ada dalam birokrasi semakin lama semakin
komplek. Kedua, keberhasilan pembangunan yang telah meningkatkan dinamika dan
kecepatan perubahan dalam lingkungan birokrasi.
Dalam
menyikapi pelaksanaan Etika Birokrasi di Indonesia sering dikaitkan dengan
Etika Pegawai Negeri yang telah diformalkan lewat ketentuan dan peraturan
Kepegawaian di negara kita, sehingga terkadang tidak menyentuh permasalahan
Etika dalam masyarakat yang lebih jauh lagi disebut moral. Di sini tidak akan
dipermasalahkan Etika Birokrasi itu diformalkan atau tidak tetapi yang
terpenting adalah bagaimana penerapannya serta sanksi yang jelas dan tegas, ini
semua membutuhkan kemauan baik dari Aparat Birokrasi itu sendiri untuk
menaatinya.
Pelaksanaan
Etika Birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, sebagaimana
telah disinggung di atas perlu diperhatikan perihal sanksi yang menyertainya,
karena Etika pada umumnya tidak ada sanksi fisik atau hukuman tetapi berupa
sanksi sosial, seperti dikucilkan, dihujat dan yang paling keras disingkirkan
dari lingkungan masyarakat tersebut. Sementara bagi Aparat Birokrasi sangat
sulit, karena masyarakat enggan dan sungkan (budaya Patron yang melekat).
- Fungsi dan Peran Birokrasi
Pemerintah memiliki pola prilaku yang wajib dijadikan
sebagai pedoman atau kode etik berlaku bagi setiap aparaturnya. Etika dalam
birokrasi harus ditimbulkan dengan berlandaskan pada paham dasar yang
mencerminkan sistem yang hidup dalam masyarakat harus dipedomani serta
diwujudkan oleh setiap aparat dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Secara umum nilai-nilai suatu etika yang perlu dijadikan pedoman dan
perlu dipraktekkan secara operasional antara lain:
a)
Aparat wajib
mengabdi kepada kepentingan umum.
b)
Aparat adalah
motor penggerak “head“ dan “heart“ bagi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c)
Aparat harus
berdiri di tengah-tengah, bersikap terbuka dan tidak memihak (mediator).
d)
Aparat harus
jujur, bersih dan berwibawa.
e)
Aparat harus
bersifat diskresif, bisa membedakan mana yang rahasia dan tidak rahasia, mana
yang penting dan tidak penting.
f)
Aparat harus
selalu bijaksana dan sebagai pengayom.
Peraturan kepegawaian sebagai bagian dari penerapan
etika birokrasi. Peraturan ini tertuang dalam Kode Etik Pegawai Negeri. Akan
tetapi kode etik ini belum kentara hasil dan fungsinya. Namun, dengan kode etik
ini mengupayakan aparat birokrasi yang lebih jujur, bertanggung jawab,
disiplin, rajin, memiliki moral yang baik, tidak melakukan perbuatan tercela
seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Oleh karena itu, perlu usaha dan latihan
serta penegakan sanksi yang tegas dan jelas kepada mereka yang melanggar kode
etik atau aturan yang ditetapkan.
Ada beberapa hal yang perlu dihindari oleh birokrasi,
antara lain :
Ø Ikut serta dalam transaksi bisnis pribadi atau
perusahaan swasta untuk keuntungan pribadi dengan mengatasnamakan jabatan
kedinasan,
Ø Menerima segala sesuatu hadiah dari pihak swasta pada
saat ia melakukan transaksi untuk kepentingan dinas,
Ø Membicarakan masa depan peluang kerja diluar instansi
pada saat ia berada dalam tugas-tugas sebagai pejabat pemerintah,
Ø Membocorkan informasi komersial/ekonomis yang bersifat
rahasia kepada pihak-pihak yang tidak berhak,
Ø Terlalu erat berurusan dengan orang-orang diluar
instansi pemerintah yang dalam menjalankan bisnis pokoknya tergantung izin
pemerintah.
- Dampak Perilaku Menyimpang Dalam Birokrasi
Persolan dalam birokrasi itu sendiri dipengaruhi oleh
dua fatktor yaitu pertama faktor internal dimana persoalan kualitas SDM, sistem
dan prosedur kerja yang masih bertele-tele, budaya kerja yang masih
feodalistik, kempemimpinan yang kaku dan cenderung tidak visioner, mental dan
moral yang rendah serta struktur organisasi yang gemuk tap kurang jelas
fungsinya. Faktor tersebut masih juga terkait dengan perilaku administrator
maupun perilaku organisasi. Dan yang kedua dari faktor eksternal paling tidak
terkait dengan hal-hal seperti kepercayaan masyarakat yang rendah terhadap
birokrasi, tuntutan masyarakat terhadap perlunya birokrasi yang profesional,
bebas KKN, budaya yang dianut oleh masyarakat umum kurang kondusif bagi
perbaikan birokrasi, tingkat kesadaran dan kedisiplinan birokrasi, tingkat
kesadaran dan kedisiplinan masyarakat terhadap sistem kebijakan yang berlaku
masih rendah, kesenjangan sosial, serta hal-hal lainnya. Persoalannya ini
serupa dengan apa yang di sampaikan oleh Warsito terkait dengan sepuluh persoalan
birokrasi publik di Indonesia antaranya sebegai berikut :
a.
Prosedur dan
mekanisme kerja yang berbelit-belit
b.
Masih kurangnya
transparansi dan akuntabilitas
c.
Kurang responsif
dan akomodatif terhadap tuntutan masyarakat
d.
Kurang
informatif dan kurang konsisten dalam kebijakan dan prosedur pelayanan
e.
Terbatasnya
fasilitas, sarana, prasarana, serta belum optimalnya pemanfaatan tehnologi
informasi dan komunikasi dalam tugas umum pemerintahan dan pembangunan
f.
Rendahnya
kepastian hukum, waktu dan biaya
g.
Masih banyak
dijumpai praktik pengutan liar serta tindakan-tindakan yang berindikasi
penyimpangan dan KKN
h.
Banyaknya
peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih dan tidak sesuai dengan
perkembangan keadaan dan tuntutan
pembangunan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Budaya
dalam birokrasi juga masih belum beranjak banyak dari kultur penguasa dalam
berinteraksi dengan masyarakat. Belum banyak birokrasi pemerintahan pada
tingkat Kabupaten/Kota yang telah mengembangkan semacam Public Service Award
yang dapat dipergunakan untuk mengukur kinerja seorang Bupati/Walikota atau
Kepala Unit Pelayanan teknis Pemda dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat.
Pelembagaan pelayanan publik yang diarahkan pada kepuasan pengguna layanan,
seperti misalnya pelembagaan citizens’ charter juga masih belum terlihat
dikembangkan oleh birokrasi di daerah. Kondisi-kondisi tersebut yang belum
banyak diberikan perhatian besar oleh pemerintah daerah sehingga kultur
pelayanan birokrasi pemerintah belum secara efektif mengalami perubahan.
Apabila
birokrasi di daerah tidak secara serius mencoba untuk melembagakan sistem
pelayanan yang berorientasi pada pengguna layanan, maka birokrasi akan sulit
untuk keluar dari “krisis” pemberian pelayanan. Sampai saat ini kultur
birokrasi yang masih bercorak “Pengatur” masih tetap dominan, dan belum berubah
menjadi kultur “melayani”. Adanya otonomi daerah diharapkan akan dapat
memberikan masa transisi pada birokrasi untuk melakukan perubahan strategi
manajemen dan kultur birokrasi yang lebih baik di masa-masa mendatang.
B. KRITIK
/ SARAN
Setiap
orang akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Alloh SWT. atas apa yang telah
dilakukannya selama hidup. Apalagi seorang Pemimpin dari ratusan juta orang.
Selain mempertanggungjawabkan kepada Alloh SWT. juga harus
mempertanggungjawabkan kepada orang – orang yang ada di bawah kepemimpinannya.
Daftar
Pustaka
Sumber Buku :
Dwiyanto, Agus. dkk.,
2001. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Laporan Penelitian, Kerjasama
Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada dan Ford
Foundation., Yogyakarta.
Pratikno. 1999. Mengisi
Otonomi DIY, Artikel Lepas dalam Debat Opini Otonomi Daerah, Harian Kedaulatan
Rakyat, 16 November, Yogyakarta
Turner, Mark &
David Hulme. 1997. Governance, Administration and Development, Kumarian Press,
Inc., Connecticut
Zeithaml, Valerie A., A
Parasuraman & Leonard L. Berry. 1990. Delivering Quality Service: Balancing
Customer Perceptions and Expectations, The Free Press A Division of Macmillan,
Inc. New York.
Sumber Internet
:
www.google.com
http://pauluklabibi.blogspot.com/2012/11/kultur-dan-etika-birokrasi_8284.html
0 komentar:
:18 :19 :20 :21 :22 :23 :24 :25
:26 :27 :28 :29 :30 :31 :32 :33
:34 :35 :36 :37 :38 :39
Posting Komentar